Burger dan kentang goreng mewah seharga puluhan juta rupiah, apa yang spesial dari kuliner ini?

Kentang goreng mahal

Sumber gambar, Serendipity3

Merogoh kocek sebanyak Rp2,8 juta untuk kentang goreng atau Rp83 juta untuk burger tampaknya sangat mustahil bagi orang biasa. Tetapi kenapa banyak orang bersedia membayar untuk hidangan sangat mahal ini?

The Golden Opulence Sundae di restoran Serendipity3 New York City sesuai dengan reputasinya: tiga sendok es krim vanilla Tahiti dengan topping daun emas 23 karat yang dapat dimakan, sesendok kaviar Grand Passion, anggrek gula berlapis emas buatan tangan dan Amedei Porcelana dan cokelat Chuao, terbuat dari biji Venezuela yang langka.

Hidangan ini kemudian disajikan dalam piala kristal Baccarat Harcourt, dan harus dipesan setidaknya 48 jam sebelumnya agar restoran punya waktu untuk mendapatkan bahan-bahan eksotis itu.

Dengan harga US$1.000 atau sekitar Rp14,2 juta, harga ini lebih mahal dari yang pernah dibayangkan Chantha Thach untuk makanan penutup.

Baca juga:

"Bagi saya yang kelas menengah, US$1.000 setara uang sewa, mungkin bukan sewa di New York, tapi uang sewa di suatu tempat," kata Chanta yang bekerja sebagai pelatih pribadi.

Pada Desember 2019, bibi dan sepupunya datang dari Ohio untuk kunjungan pertama mereka dalam hampir satu dekade, dan sebelum makan siang di Serendipity3, bibinya memberi kejutan: dia telah memesan sundae itu.

Disantap untuk enam orang, makanan penutup itu dihargai di bawah Rp2,4 juta per orang.

Dan cara Thach menggambarkan pengalaman itu, harganya sepadan. "Saya benar-benar menikmati setiap sendoknya," kata dia.

"Maksud saya, jelas itu adalah makanan penutup terbaik yang pernah saya makan dalam hidup saya."

Serendipity3's Golden Opulence Sundae

Sumber gambar, Chantha Thach

Keterangan gambar,

Chantha Thach menikmati Serendipity3's Golden Opulence Sundae ketika tantenya memberikan kejutan pada Desember 2019.

Kemewahan ini memang tujuan yang dirancang untuk hidangan itu. Sundae ini ditambahkan ke menu Serendipity3 pada tahun 2004 demi gelar Guinness World Records sebagai "makanan penutup paling mahal".

Restoran ini juga memegang rekor sandwich termahal (keju panggang seharga US$214, atau setara Rp3 juta, yang dipasangkan dengan bisque tomat lobster Afrika Selatan).

Ada juga milkshake termahal (Rp1,4 juta), yang disajikan dalam gelas bertatahkan kristal Swarovski.

Terbaru, pada Juli 2021, kentang goreng termahal (Rp1,4 juta), yang direbus dengan sampanye Dom Pérignon dan diberi garam truffle, minyak truffle, keju truffle, dan truffle hitam serut.

Baca juga:

Restoran ini tidak sendirian dalam menghidangkan kemewahan kuliner.

Di Voorthuizen, Belanda, restoran De Daltons memulai debutnya dengan burger seharga Rp83 juta bulan lalu, dengan daging sapi wagyu Jepang A5 bermutu tinggi, kepiting raja Alaska, dan ham Iberico.

Di Las Vegas, Wally's Wines and Spirits menawarkan kesempatan kepada pengunjung untuk membelanjakan kemenangan mereka dengan steak iga kering berumur 200 hari senilai Rp14 juta.

Dan satu kreasi kuliner kelas atas yang legendaris adalah cronut sarat kaviar seharga £1.500, atau sekitar Rp29 juta, dari Dum Dum Donutterie London.

burger

Sumber gambar, De Daltons

Menghabiskan banyak uang untuk sepotong daging atau sepiring kentang goreng mungkin tampak menggelikan bagi sebagian orang.

Namun hidangan ini adalah trik pemasaran yang efektif. Buktinya ada pada daftar tunggu selama berminggu-minggu dan video YouTube 'Saya mencobanya' yang ditonton puluhan juta kali.

Bahkan ketika pandemi telah mengurangi peluang (dan, dalam banyak kasus, selera) konsumsi bermewah-mewah, mengapa menu dengan harga teramat sangat mahal ini tetap begitu populer?

Apakah sekarang saatnya kita merasa bahwa, kita lebih layak mendapatkan hadiah?

Siap foya-foya?

Untuk Serendipity3, setidaknya, kentang goreng yang mahal bertujuan membangkitkan kegembiraan di sekitar pembukaan kembali restoran setelah lebih dari setahun renovasi dan penutupan terkait pandemi.

Selain tampil jadi tajuk utama pemberitaan, hidangan ini dengan cepat juga membuat peminat membludak hingga daftar tunggu mencapai 10 pekan.

Aaron Allen, pendiri konsultan restoran di Chicago, Aaron Allen & Associates, tidak kaget dengan suksesnya taktik pemasaran ini. Untuk restoran, memperkenalkan item menu super mewah "adalah cara yang bagus untuk menarik perhatian", katanya.

Serendipity3 mendapat banyak publisitas untuk sundae emasnya ketika dirilis. Produk terbarunya sepertinya dibuat untuk iklim pasca-pandemi.

Baca juga:

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca
Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Dengan semakin banyaknya orang yang merasa nyaman bepergian dan bersantap di luar, waktu yang tepat untuk menawarkan hidangan yang mewah, tetapi bukannya tidak terjangkau oleh pelanggan yang siap membayar mahal.

"Kita semua telah terkurung cukup lama sehingga menghabiskan 20%, 30%, 40% lebih banyak di restoran tidak lagi terasa hanya khusus untuk ulang tahun dan hari jadi," katanya.

Pergeseran sikap pelanggan ini juga mendorong lebih banyak restoran untuk menambahkan hidangan mewah seperti steak Tomahawk (potongan ribeye ekstra besar yang menarik perhatian) untuk dua atau empat orang ke dalam menu. Sebelumnya, harga mungkin menghambat mereka.

Menurut Anat Keinan, profesor pemasaran di Universitas Boston, AS, orang mungkin lebih bersedia untuk memanjakan diri ketika keadaan mendorong pengambilan perspektif jangka panjang.

Dalam penelitiannya, dia menemukan bahwa ketika orang-orang ditanya tentang penyesalan dan prioritas jangka pendek, mereka cenderung berfokus pada kekhawatiran seperti tidak cukup keras bekerja, kurang diet atau berolahraga, atau tidak cukup menabung.

Berbagai potongan daging di atas wajan besi

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar,

Pergeseran sikap pelanggan ini juga mendorong lebih banyak restoran untuk menambahkan hidangan mewah seperti steak Tomahawk (potongan ribeye ekstra besar yang menarik perhatian) untuk dua atau empat orang ke dalam menu.

Sebaliknya, ketika diminta memikirkan kembali soal lima atau 10 tahun terakhir, atau melihat ke masa depan, mereka cenderung memprioritaskan dan menyesali kehilangan pengalaman yang menyenangkan.

Kondisi seperti perjalanan (misalnya dalam kasus bibi Thach), serta peristiwa besar seperti pandemi, mendorong perspektif jangka panjang semacam ini.

Orang-orang menjadi lebih cenderung, "'Oh, saya tidak ingin melewatkan kesempatan berbahagia dan mengalami pengalaman khusus ini dengan keluarga, dengan teman-teman saya," kata Keinan.

"Itu membuat mereka bisa memiliki pengalaman khusus ini tanpa merasa bersalah."

Hidangan mewah ini memenuhi semua syarat dari apa yang disebut Keinan sebagai "koleksi pengalaman". Menunya ikonik, langka (buktinya, banyak yang antre), unik, ekstrem, dan Instagrammable.

Baca juga:

Kualitas-kualitas ini secara bersamaan membuat pengalaman tak terlupakan yang dinikmati tidak hanya pada saat itu, tetapi juga saat serunya penantian di awal dan dengan foto dan kenangan sesudahnya.

Ketika ada acara khusus yang ingin diperingati, "kita ingin pengalaman unik, berkesan dan langka ini membantu menandai peristiwa itu", kata dia.

Thach menikmati makanannya yang mewah karena bibinya sedang merayakan kesuksesan bisnisnya.

Kepada keponakannya, dia menekankan bahwa kesenangan seperti es krim sundae "adalah pengalaman hidup yang tidak datang sering atau mudah, dan dia bekerja sangat keras untuk sampai ke titik ini, sehingga dia ingin berbagi dengan saya", kata Thach.

"Karena itu, pengalaman ini jadi lebih berarti daripada sekadar, "Oh, saya menghabiskan Rp14 juta untuk makanan penutup ini". Pengalaman ini sangat berarti."

Steak fillet di piring

Sumber gambar, Getty Images

'Efek Emirates'

Tentu saja, tidak sulit untuk mendapatkan harga yang sebanding untuk hidangan lengkap di restoran kelas atas di kota.

Tetapi bagian dari daya tarik item baru seperti kue atau burger mahal adalah daya tariknya yang tinggi-rendah.

Ini adalah makanan yang biasanya terjangkau dan dapat diakses secara luas, seperti sepiring kentang goreng atau burger.

"Semua orang tahu bagaimana rasanya makan burger," kata Leigh Caldwell, seorang ekonom kognitif, mitra di Irrational Agency yang berbasis di London.

"Jadi, lebih mungkin memperhatikan burger €5.000 (Rp83 juta) daripada semacam menu mencicipi mewah dari Eleven Madison Park [Restoran bintang tiga Michelin di New York City], yang tidak akan dilihat sebagai sesuatu yang relevan dengan diri Anda sendiri."

Dan bahkan jika pengunjung tidak membeli hidangan mewah itu, keberadaannya dapat mengubah pengalaman bersantap di restoran itu. Caldwell menunjuk pada apa yang dia sebut sebagai "Efek Emirates", mengacu pada suite pribadi kelas satu yang sangat mewah di maskapai itu.

Dum Dum Donutterie Luxury Zebra Cr

Sumber gambar, John Phillips/Stringer

Keterangan gambar,

Dum Dum Donutterie Luxury Zebra Cro, yang dijual seharga £1.500, dibuat dengan kaviar Cristal Rosé Champagne

"Meski Anda naik kelas ekonomi seharga US$400 (Rp5,7 juta), rasanya seperti ada keajaiban dari apartemen terbang seharga $30.000 (Rp431,2 juta) di langit yang akan tumpah ke kursi ekonomi kecil di belakang," kata dia.

Demikian pula dengan sepiring kentang goreng seharga US$200 (Rp2,8 juta).

"Satu menu itu memberi efek halo dan membuat pengunjung berpikir bahwa menu lainnya, pengalaman lain yang akan Anda dapatkan masih merupakan sesuatu yang cukup istimewa".

Menurutnya, ini adalah salah satu alasan Burger King memulai debut burger daging sapi Waygu seharga £95 (Rp 1,8 juta) dengan harga terbatas pada tahun 2008.

Meskipun jika hanya sedikit orang yang mencicipinya, menu itu meningkatkan kelas Burger King sebagai gerai makanan cepat saji yang lebih premium.

Baca juga:

"Informasi yang terkandung dalam harga punya dampak yang sama seperti merek yang dikelola dengan baik," kata Utpal Dholakia, profesor pemasaran di Rice University.

"Tercipta asosiasi dalam pikiran mengenai apa yang diharapkan dan seperti apa kualitas produk nantinya."

Bahkan jika satu-satunya hal yang diketahui tentang Golden Opulence Sundae adalah harganya, katanya, ada gambaran yang jelas di benak pengunjung tentang seperti apa tampilan dan rasanya.

Dan, yang lebih penting, restorannya, jenis pengalaman yang mungkin dimiliki di sana, apa pun yang Anda pesan.

Sebagai langkah pemasaran, cara ini berdampak kebalikan dari, katakanlah, menawarkan Groupon untuk kentang goreng seharga 99 sen.

Cara ini menarik pelanggan yang cenderung kurang sensitif terhadap harga dan memberi restoran lebih banyak kekuatan harga atas keseluruhan menu.

"Jika Anda ingin mengomunikasikan kualitas tertentu, suasana tertentu, pengalaman tertentu," kata Dholakia, "cara yang sangat efektif untuk melakukannya adalah dengan harga yang sangat tinggi."

Karena pandemi terus membatasi peluang belanja konsumen, bagi banyak orang setiap perjalanan dan makan di restoran sekarang terasa seperti acara khusus.

Jadi, selama pengunjung sedang dalam suasana perayaan, mengapa tidak mengisi kekosongan dengan daun emas dan kaviar?

"Dengan gaya hidup kita dalam satu setengah tahun terakhir, banyak dari kita yang ingin melakukan hal-hal semacam ini," kata Dholakia, "jadi, ini adalah waktu yang tepat untuk menawarkan pengalaman luar biasa seperti ini."

--

Versi bahasa Inggris dari artikel ini, Why people pay thousands for opulent 'experience' foods, bisa Anda simak di laman BBC Worklife.